Review Jurnal Nasional Kontribusi Filsafat Ilmu Terhadap Etika Keilmuan Masyarakat Modern

 

Jurnal yang ditulis Sri Walny Rahayu ini bertujuan untuk menjelaskan peran filsafat ilmu berdasarkan Islam, serta menjelaskan kontribusi dan fungsi filsafat ilmu bagi masyarakat modern. Filsafat ilmu berusaha menempatkan dan mengembalikan tujuan mulia dari ilmu sehingga ilmu yang diciptakan pada masyarakat modern, tidak menjadi bumerang membawa kehancuran umat manusia. Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih mengatasi masalah dalam hidup, tapi di sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu menumbuhkan moralitas luhur masyarakatnya.

Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah hidupnya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (ahlak) yang mulia. Dunia modern saat ini, termasuk di Indonesia ditandai oleh gejalah kemerosotan akhlak yang benar-benar berada pada taraf yang menghawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Perilaku yang terjadi saat ini adalah bekerja sama untuk kepentingan kelompoknya dan secara berkelompok melakukan penipuan, pencurian, penindasan. Filsafat ilmu berusaha mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu agar ilmu tidak menjadi bumerang bagi kehidupan umat manusia. Di samping itu, salah satu tujuan filsafat ilmu adalah untuk mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrumen bukan tujuan. Dalam konteks yang demikian diperlukan suatu pandangan yang komprehensif tentang ilmu dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.

Salah satu ciri yang membedakan Agama Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains). Al-Quran dan Al-Sunnah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. tulisan ini mengkaji antara filsafat ilmu dan Islamisasi ilmu pengetahuan serta apa fungsi filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu permasalahan dibatasi adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah filsafat ilmu dalam optik ilmu pengetahuan berlandaskan Islam? (2) Bagaimanakah fungsi filsafat ilmu sebagai ilmu pengetahuan dan kontribusinya terhadap etika keilmuan masyarakat modern?

 

PEMBAHASAN

Jurnal ini terdiri dari 2 pembahasan, yaitu filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan berlandaskan islam dan kontribusi filsafat ilmu bagi ilmu pengetahuan untuk peruntukan masyarakat modern.

 

Filsafat Ilmu dalam Ilmu Pengetahuan Berlandaskan Islam

a)  Konsep Islam tentang Ilmu

Pencarian ilmu merupakan konsep penting dan merupakan hal pokok dalam ajaran Islam. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Hadist, “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim” melahirkan berbagai pembahasan.

 Al-Gazhali, seorang filsuf dan teolog muslim Persia mengklasifikasikan “Ilmu” ke dalam ilmu agama dan ilmu non-agama. Ilmu agama adalah ilmu yang diajarkan melalui ajaran-ajaran nabi dan wahyu. Sedangkan di luar itu disebut dengan ilmu non-agama. Ilmu agama dibagi dalam ilmu terpuji atau Mahmud dan ilmu tercela atau Madzmum. Ilmu agama yang terpuji dibagi 4 kelompok yaitu Ushul (dasar-dasar), Furu’ (masalah sekunder atau cabang), Studi-studi pengantar, Studi-studi pelengkap. Ilmu Agama yang tercela yaitu, tampaknya diarahkan kepada syariah akan tetapi sebenarnya menyimpang dari ajaran-ajaran agama. Ilmu non-agama dibagi ke dalam 3 kategori yaitu, ilmu non-agama yang terpuji (mahmud) yaitu ilmu-ilmu yang penting dalam kehidupan sehari-hari, ilmu non-agama yang dibolehkan (mubah), contohnya, ilmu sejarah dan ilmu non-agama tercela (madzmum), misalnya ilmu sihir.

 

b)  Pengertian Filsafat Ilmu dan Objek Filsafat Ilmu

          Filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat atau bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Secara metodologis, meskipun ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan sosial namun karena terdapat permasalahan-permasalahan teknis yang khas, maka filsafat ilmu itu sering dibedakan menjadi “filsafat ilmu alam” dan “filsafat ilmu sosial”. Objek penelitian filsafat luas sekali meliputi objek materia dan penelitian yang mendalam disebut dengan objek forma. Secara garis besar filsafat memiliki 3 cabang besar, yaitu, teori pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai. Sebagian ahli filsafat berpandangan bahwa perhatian yang besar terhadap peran dan fungsi filsafat ilmu mulai mengemuka tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam hal ini ada semacam kekhawatiran di kalangan ilmuwan, dan filosof, termasuk juga kalangan Agamawan, bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dapat mengancam eksistensi umat manusia bahkan agama itu sendiri.

         Berdasarkan sejarah tradisi Islam, ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tapi ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan hanya untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang Pencipta. Ketika ilmu yang begitu kaku terikat dengan nilai-nilai maka ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya. Agamalah yang menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami realitas alam, dan memahami eksistensi Allah Swt. Pemahaman mengenai eksistensi Allah Swt diharapkan manusia sadar akan hakikat penciptaan diri dan darimana asalnya. Solusinya yang diberikan Al-Qur’an terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehingga ilmu menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa mudharat kehancuran dan bencana.

 

c)  Reformasi Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan

Reformasi Islam terhadap ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu respon terhadap krisis masyarakat modern yang disebabkan karena pendidikan Barat yang bertumpu pada suatu pandangan dunia yang bersifat materialistis, sekularistik, dan relevistis. Krisis nilai pada masyarakat modern karena anggapan pendidikan mengajarkan cara pandang realitas sebagai sesuatu yang bermakna secara material bagi manusia. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan tertib realitas bersifat eksploitatif bukan harmonis. Pandangan ini sungguh keliru karena pendidikan seharusnya membuat manusia bijak, mengenali dan mengakui posisi masing-masing dalam tertib realitas sosial. Reformasi ilmu pengetahuan berlandaskan nilai Islam untuk selanjutnya disebut Islamisasi mencoba mencari akar-akar krisis tersebut. Akar-akar krisis itu di antaranya dapat ditemukan di dalam ilmu pengetahuan, yakni konsepsi atau asumsi tentang realitas yang dualistis, sekularistik, evolusioneristis, dan karena itu pada dasarnya bersifat realitifitas dan nihilistis. Islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi atau penafsiran penafsiran Barat terhadap realitas, dan kemudian menggantikannya dengan pandangan nilai-nilai Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadist.

Dalam perkembangannya, sains dan teknologi modern dipisahkan dari agama. Hal ini karena kemajuannya yang begitu pesat di Eropa dan Amerika. Sains dan teknologi yang demikian itu selanjutnya digunakan untuk mengabdi kepada kepentingan manusia semata-mata, yaitu untuk tujuan memuaskan hawa nafsunya menguras isi alam, tujuan memuaskan nafsu konsumtif dan materealistik, menjajah dan menindas bangsa-bangsa yang lemah, melanggengkan kekuasaan dan tujuan lainnya. Penyimpangan dari tujuan penggunaan ilmu pengetahuan itulah yang direspon melalui konsep Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu upaya menempatkan sains dan teknologi dalam bingkai Islam. Tujuannya agar perumusan dan pemanfaatan sains dan teknologi itu diperuntukkan mempertinggi harkat dan martabat manusia. Tujuan lainnya sain dan teknologi bagi manusia adalah melaksanakan fungsi kekhalifahannya di muka bumi serta tujuan-tujuan luhur lainnya. Inilah yang menjadi salah satu misi ilmu pengetahuan berlandaskan nilai-nilai ke-Islaman.

 

d)  Strategi Ilmu Pengetahuan Berlandaskan Nilai Ke-Islamanan

Pada abad pertengahan, terjadi pemisahan agama dari ilmu pengetahuan. Pada saat itu pula umat Islam kurang memperdulikan dan meninggalkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada masa itu ulama tarikat dan ulama fiqih memiliki peran dan pengaruh yang besar bagi penganut ajaran Islam. Keduanya menanamkan paham taklid dan membatasi kajian agama hanya dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal sebagai ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fiqih, dan tauhid. Ilmu tersebut mempunyai pendekatan normatif dan tarekat.  Pemaknaan tarekat hanyut dalam wirid dan dzikir dalam rangka mensucikan jiwa dan mendekatkan diri pada Allah Swt, dengan menjauhkan kehidupan duniawi, sedangkan ulama tidak tertarik mempelajari alam dan kehidupan manusia secara objektif. Bahkan ada yang mengharamkan untuk mempelajari filsafat, padahal dari filsafatlah ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Keadaan ini mengalami perubahan pada akhir abad ke sembilan belas, yaitu sejak ide-ide pembaharuan diterima dan didukung oleh sebagian umat.

Pada saat era modern, Islam memainkan peran penting baik dalam bidang ilmu pengetahuan, agama maupun pengetahuan umum. Konsep ajaran Islam mengenai pengembangan ilmu pengetahuan didasarkan beberapa prinsip, yaitu ilmu pengetahuan dalam Islam mengembangkan kerangka tauhid atau teologi, ilmu pengetahuan dalam Islam hendaknya dikembangkan dalam rangka bertakwa dan beribadah kepada Allah SWT, ilmu pengetahuan harus dikembangkan oleh orang-orang Islam yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan akal, kecerdasan emosional dan spiritual yang dibarengi dengan kesungguhan untuk beribadah kepada Allah SWT, serta ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam kerangka integral.

 

Kontribusi Filsafat Ilmu bagi Ilmu Pengetahuan untuk peruntukan Masyarakat Modern

a)    Kedudukan Filsafat Ilmu dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Kajian yang dibahas dalam filsafat ilmu meliputi hakikat atau esensi pengetahuan. Artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap masalah-masalah mendasar ilmu pengetahuan seperti ontologi ilmu, epistemologi ilmu dan aksiologi ilmu. Dari ketiga landasan tersebut jika dikaitkan dengan reformasi ilmu pengetahuan berlandaskan nilai ke-Islaman maka letak filsafat ilmu terletak pada ontologi dan epistemologinya. Ontologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan. Dengan demikian landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas. Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humaniora. Adapun epistemologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang berdasarkan atas cara dan prosedur memperoleh kebenaran.

Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara substantif fungsi pengembangan tersebut untuk memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan teori substantif. Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing.

 

b)    Fungsi Filsafat Ilmu dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan

 Filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan Islamisasi ilmu pengetahuan yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, dengan mempelajari filsafat ilmu, ilmuwan muslim menyadari keterbatasannya dan tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang diperlukan adalah sikap keterbukaan diri dikalangan ilmuwan muslim, sehingga di antara sesama dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan umat manusia.

 

Sri Walny Rahayu mengutip pendapat dari Andi Hakim Nasution, bahwa diperlukan keseimbangan antara berfikir dengan berzikir sebagaimana yang diutarakan. Manusia harus dapat mengendalikan pengetahuan yang ditemukannya agar dapat dimanfaatkan mengelola bumi dan antariksa dengan sebaik-baiknya. Untuk itulah sebagai orang yang bertakwa perlu mempertemukan pikir dan zikir secara berimbang, karena terlalu banyak berzikir tanpa berpikir pun dapat mengekang perkembangan ilmu pengetahuan yang akibatnya hanya suatu kerugian saja bagi kita sendiri. Tempat mempertemukan pikir dan zikir ini ialah di dalam filsafat sains yang tidak mengabaikan sepenuhnya tujuan diturunkannya manusia di bumi.

 

KESIMPULAN

Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya telah menjadi suatu sistem yang kompleks. Kemajuan ilmu pengetahuan dan Islamisasi ilmu pengetahuan harus dikembalikan pada tujuan semula yaitu filsafat ilmu sebagai sarana memakmurkan umat manusia di muka bumi bukan malah sebaliknya mengancam eksistensi manusia. Di sinilah pentingnya korelasi antara letak filsafat ilmu dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Keduanya harus sejalan. Karena pada dasarnya Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai landasan teoritis saling mengisi, agar tidak terjadi dikotomi antara keduanya.

Agama Islam bukan suatu agama yang menentang ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan sebaliknya Islam lah yang mempelopori timbulnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian masuk ke dunia Barat. Setelah dunia Islam terjerumus dalam keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan kini menjadi terbalik, seluruh dunia Islam tidak terlepas dari masalah-masalah keagamaan yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan mendasar yang dibawa ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Setiap ilmu pengetahuan menghasilkan teknologi yang kemudian diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi tujuannya adalah dimanfaatkan bagi kemashalatan manusia. Dalam konteks seperti ini, seorang ilmuwan yang menemukan suatu teknologi dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi bersifat komersial ataukah kepentingan masyarakat yang memiliki fungsi sosial.  Persoalan etika keilmuan akan membawa kepada masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah dituntut dan ditempatkan pada posisi yang tepat, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral.

Comments